Solo | Perspektiftoday-Pemandangan baliho warna merah bergambar Puan Maharani dan bertuliskan “Kepak Sayap Kebhinekaan” di beberapa sudut strategis di Soloraya, akhirnya menimbulkan berbagai pertanyaan publik.
Sebelumnya pernah terjadi di Sukoharjo, beberapa spanduk atau baliho serupa yang dipasang menggunakan palang bambu, sempat ditertibkan Satpol PP karena dinilai liar. Selang beberapa waktu, baliho dengan tema yang sama kembali terpasang cukup masif di papan iklan berbayar. Termasuk di sejumlah titik di Kota Solo.
Dilansir detik.com, Perihal pemasangan spanduk atau baliho raksasa tersebut, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyatakan turut memasangnya karena ada instruksi dari partai. Namun dia tidak menjelaskan dari mana instruksi tersebut berasal. Bahkan tingkat DPC dan DPD PDIP mengelak tidak tahu menahu tentang adanya instruksi pemasangan baliho tersebut.
“Ya semua kader memang ada instruksi,” kata Gibran saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (6/8) yang dikutip perspektif.today.
Atas kejadian yang tengah hangat diperbincangkan tersebut, pakar hukum sekaligus pengamat politik di Kota Solo Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H turut berkomentar. Dr. Taufiq mengatakan bahwa Wali Kota itu jabatan politik sekaligus jabatan administrasi. Namun ketika seseorang yang terpilih dari partai manapun kemudian menjadi walikota bupati atau Gubernur, maka peran politiknya berakhir. Yang ada adalah dalam peran administrasinya.
“Kalau kemudian ada walikota atau bupati ya, berbicara tentang politik praktis maka pantas di pertanyakan bahwa dia itu sebenarnya sedang menjalankan tugas sebagai apa? kalau dia sebagai walikota atau bener nggak bisa karena dia gajinya, fasilitasnya, kesehariannya itu ditanggung oleh negara,” kata Dr. Taufiq kepada Panjimas.com, Ahad (8/8/2021).
Dr. Taufiq mengatakan bahwa kejadian ini hanya terjadi pada era sekarang, jika dahulu sebenarnya terdapat putusan Mahkamah Konstitusi bahwa mereka yang tengah menjabat sebagai Walikota atau Gubernur tidak boleh menjabat berurusan dengan partai.
“Nah ini sekalipun tidak menjabat tetapi tidak boleh dia bersentuhan dengan partai karena itu namanya penyalahgunaan jabatan sebagai bukti penyalahgunaan jabatan apa? dia menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan partai atau kelompok tertentu dan itu itu tidak benar,”
Dr. Taufiq menyatakan bahwa pemasangan baliho di beberapa tempat sebagaimana pengakuan atas instruksi partai, menurutnya hal tersebut tidak tepat. Karena itu adalah fasilitas publik, menurutnya justru menjadi pertanyaan siapa yang membiayai pemasangan baliho tersebut? jika hal itu dibiayai negara, bukan hanya penyalahgunaan tetapi juga korupsi.