Jakarta: Holding Perkebunan Nusantara III (Persero) melalui Sub Holding PTPN IV PalmCo menargetkan 2,1 juta bibit sawit unggul bersertifikat diserap petani hingga akhir 2024. Langkah dilakukan untuk merevitalisasi sawit renta milik petani dan memangkas disparitas produktivitas sawit rakyat dengan memperluas sentra penyediaan bibit sawit unggul bersertifikat di Riau dan Jambi.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa mengatakan perusahaan milik negara yang mengelola perkebunan sawit terluas di dunia itu telah menyiapkan lima sentra pembibitan sawit unggul siap tanam.
“Sejak digulirkan pertama kali pada 2021 lalu, kami mempelajari bahwa permintaan petani akan keberadaan bibit sawit unggul bersertifikat terus meningkat. Untuk itu, hingga akhir tahun ini, program ini diperluas tidak hanya di Riau, namun juga di Provinsi Jambi,” kata Jatmiko dalam keterangan tertulis.
Jatmiko menjelaskan sejak pertama diluncurkan hingga akhir triwulan III 2024, sedikitnya 1,6 juta bibit sawit telah diserap para petani di kedua provinsi tersebut. Perusahaan juga merencanakan sampai dengan Desember 2024, diperkirakan 2,1 juta bibit akan habis diboyong petani yang tengah menyiapkan areal mereka untuk kebutuhan peremajaan sawit.
“Kita menargetkan 2,1 juta bibit unggul bersertifikat dapat dibeli petani, termasuk petani non plasma,” ujar Jatmiko.
Jatmiko menjelaskan program penyediaan bibit sawit unggul akan diperluas di berbagai provinsi, mulai dari Sumatra hingga Kalimantan.
“Niat dan mimpi kami hanya satu, bagaimana petani mendapatkan hasil produksi sawit mereka secara maksimal, sehingga disparitas antara petani dan korporasi yang cukup tinggi saat ini bisa dipangkas, dan langkah pertama yang harus dibenahi ada pada penyediaan bibit unggul” ujar dia.
Berdasarkan data survei Pusat Penelitian Kelapa Sawit menunjukkan para petani sawit masih kerap terjebak dengan keberadaan bibit sawit palsu. Ada sejumlah alasan yang membuat mereka terjebak, di antaranya 37 persen menjadi korban penipuan, 14 persen tergiur harga murah, dan 20 persen tidak mengetahui cara membeli benih yang legal.
Di samping itu, ada 12 persen petani terjebak penggunaan bibit palsu karena rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi, 10 persen tidak mengetahui lokasi pembelian benih legal, serta 4 persen petani menyatakan akibat jarak tempuh dari lahan sawit ke produsen benih legal yang cukup jauh.
Menurut Jatmiko, menyediakan bibit unggul bersertifikat yang mudah di akses dan transparan adalah keharusan jika ingin meningkatkan produktivitas sawit rakyat. Jika bibit terkendala, kerugiannya bagi petani tidak hanya hari ini atau tahun ini, tapi berdampak panjang sampai 25 hingga 30 tahun ke depan.
“Untuk itu, dengan dukungan dari pemerintah, asosiasi, dan para petani, kami yakin program ini akan berjalan dengan baik dan sejalan dengan semangat pembentukan PalmCo dalam berkontribusi positif dalam ketahanan pangan serta energi,” tutur Jatmiko.
Program penyediaan bibit sawit unggul bersertifikat tersebut sukses digeber Jatmiko saat masih memimpin PTPN V di Riau, sebelum entitas itu menjadi bagian PTPN IV PalmCo. Penjualan bibit ke petani non plasma dimulainya sejak 2021.
Respons positif petani dimulai karena perusahaan memberikan kemudahan akses pembelian melalui aplikasi khusus, Sawit Rakyat Online (SRO). Direktur Hubungan Kelembagaan PTPN IV Irwan Perangin-Angin menambahkan aplikasi itu dirancang sesederhana mungkin sehingga para petani terbantu untuk memperoleh informasi teranyar terkait ketersediaan bibit di masing-masing sentra.
Dia menegaskan langkah penyediaan bibit sawit unggul itu merupakan jawaban atas keberadaan bibit sawit palsu di pasaran. PTPN IV juga sudah mengusahakan beragam jenis bibit sawit varietas unggul dengan rata-rata produktivitas tandan buah segar di atas 30 ton per hektare per tahun.
“Kita selalu ingin membantu para petani. Kita siapkan varietas unggul seperti PPKS 50, PPKS 50 NG, dan sebagainya yang memiliki waktu panen lebih cepat dan kadar minyak yang tinggi sehingga produktivitas petani sawit meningkat,” kata Irwan.
Namun, menurut dia, kendala yang acap terjadi ada pada ketersediaan kecambah, di mana pasokan dari penyedia kecambah tidak seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan petani. “Kita fokus juga soal kecambah ini. Bersama kita akan mencari solusi agar jaminan ketersediaan kecambah bisa kita dapatkan dan penyediaan bibit sawit unggul untuk rakyat bisa kita tingkatkan,” ujar dia.(A)