Jakarta | Perspektiftoday-SETELAH pedang Cassa menikam Julius Caesar, selanjutnya tikaman sebilah pedang yang diayunkan Brutus akhirnya membuat tubuh Julius Caesar rubuh di Kapitol.
Dengan penuh rasa kecewa, Caesar sempat berkata, “Kau juga, Brutus?” Penguasa Roma itu pun tumbang dan terkapar bermandikan darah.
William Shakespeare melukiskan adegan pembunuhan dramatis Julius Caesar seperti elegi pada teks narasi orasi Mark Antonius pada naskah drama yang menjadi magnum opus Shakespeare dalam dunia sastra.
Julis Caesar mati sebagai korban konspirasi politik dan tumbal perbudakan ekonomi. Para pedagang uang yang sangat membenci Julius Caesar menggelar pesta kemenangan.
Penguasa Roma yang dicintai rakyatnya mati dengan tragis akibat kebijakan yang dibuatnya sendiri, yakni mengambil kembali hak untuk membuat koin emas yang selama ini berada dalam genggaman kekuasaan para pedagang uang.
Direbutnya kembali hak untuk membuat koin emas, merupakan kebijakan progresif yang dibuat Julius Caesar, demi mensuplai uang yang diperuntukkan untuk kepentingan rakyat Roma.
Suplai uang yang beredar menjadi berlimpah, pertumbuhan ekonomi menggeliat, berbagai proyek konstruksi dan pekerjaan umum menciptakan iklim ekonomi yang meniupkan angin segar.
Aktivitas perdagangan menjadi sehat. Transaksi di kalangan rakyat berlangsung saling menguntungkan antara penjual dan konsumen. Kehidupan rakyat Roma berjalan menuju era kemakmuran.
Menyaksikan semua itu para pedagang uang geram oleh kebijakan yang diterapkan Julius Caesar.
Mereka merasa bisnis haramnya terancam, kemudian para pedagang uang menyusun kekuatan, berkoalisi melancarkan taktik dan strategi licik, lalu membuat persekongkolan jahat dengan para politisi busuk yang bisa dibeli untuk menunaikan misi; Melakukan sebuah operasi berdarah, membunuh Julius Caesar.
Sebuah kudeta yang dilancarkan pemilik modal terhadap penguasa Roma yang bermahkota daun salam, membuat para pedagang uang kembali mengeruk keuntungan besar.
Mereka menarik kembali jumlah uang yang beredar sampai 90%, menerapkan bunga dan pajak yang melambung tinggi. Sementara itu di dalam istana Roma, perampokan uang negara tumbuh subur dilakukan pejabat tinggi Roma yang bermental korup.
Setelah kekuasan Julius Caesar berakhir, banyak rakyat Roma terjerat hutang akibat sistem ekonomi yang dirancang oleh para pedagang uang. Mereka kehilangan tanah dan rumahnya setelah para pedagang uang kembali memegang tali kendali ekonomi.
Manipulasi uang adalah bisnis kejahatan dunia perbankan yang menginduk kepada lembaga keuangan internasional, dijalankan secara sistematis, terstruktur dan canggih dengan konsep berkedok bantuan pinjaman ekonomi kepada negara-negara yang sedang dilanda krisis.
Dunia perbankan dengan kebijakan yang berwatak eksploitatif, mengucurkan bantuan pinjaman dana kepada banyak negara, memberikan kredit dengan suku bunga kepada masyarakat yang membutuhkan modal usaha dan berbagai keperluan ekonomi lainnya.
Dalam History of Money, buku yang membongkar kejahatan sistematis gerakan zionisme untuk menjajah dunia melalui manipulasi uang, penulisnya adalah Andre Hitchcock yang menulis bestseller The Sygnagogue of Satan.
Andre Hitchcock dalam History of Money mendeskripsikan sebuah rencana rahasia Zionis International yang dibongkar secara runut dalam bahasa yang mudah dicerna tentang kejahatan sistematis Zionisme yang berambisi mengendalikan dunia dan menciptakan tatanan ekonomi global di bawah tali kendali lembaga keuangan internasional.
Ketika sebuah negara yang menjadi target ambruk oleh krisis ekonomi, eksistensi lembaga keuangan internasional menjadi semakin kuat oleh legitimasi para ekonom sekuler yang melakukan akrobatik istilah.
Para ekonom sekuler menyebutnya dengan istilah resesi dan depresi. Padahal sejatinya, semua itu adalah kebohongan besar, sebuah upaya tipu daya muslihat yang dibungkus diksi dalam terminologi dunia ekonomi.
Resesi dan depresi selalu terjadi bila Bank Central terus menerus memanipulasi jumlah uang yang beredar.
Tujuan utama Bank Central menciptakan resesi dan depresi ekonomi tidak lain untuk menggiring kekayaan masyarakat, dan memastikan semakin banyak kekayaan masyarakat yang dipindahkan ke dalam sistem perbankan.
Bank Central di zaman modern dan para pedagang uang di zaman Romawi adalah saudara kembar yang lahir dari rahim ekonomi kapitalisme-liberal.
Mantan Kepala Ekonomi World Bank yang juga mantan Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, Profesor Joseph Stiglitz merumuskan konsep neo kolonialisme yang dijalankan oleh lembaga keuangan internasional dan tentu saja semata-mata berpihak pada kepentingan World Bank.
Konsep yang dirancang Stiglitz tak ubahnya sistem perbudakan ekonomi kepada bangsa-bangsa di dunia.
Konsep perbudakan ekonomi Stiglitz yang tertuang dalam ‘Strategi Empat Langkah’ telah melambungkan popularitas Joseph Stiglitz dan pernyataannya selalu diburu oleh media massa international.
Langkah Pertama dalam ‘Strategi Empat Langkah’ yang dirumuskan Joseph Stiglitz adalah Privatisasi.
Di balik privatisasi selalu terselip “tawaran” tersembunyi kepada para pemimpin nasional sebagai fee dari pihak perbankan, yakni komisi sebesar 10% apabila privatisasi dilakukan pemerintah.
Komisi 10% tersebut aman tersimpan di rekening rahasia Bank Swiss sebagai bentuk pertukaran untuk memotong sekian miliar dollar dari harga aset nasional atau BUMN yang dijual kepada pihak swasta.
Privatisasi adalah kongkalikong yang mengenakan jas penyelamatan ekonomi nasional antara lembaga keuangan internasional dan para komprador.
Wajah asli privatisasi adalah pesta pora gratifikasi dan perampokan aset nasional yang dilakukan pemerintahan cleptokrasi dengan mengenakan topeng ekonomi.
Langkah Kedua adalah Liberalisasi Pasar Modal. Stiglitz menyebutnya sebagai siklus “uang panas” dengan maksud dan tujuan untuk membatalkan hukum pajak uang yang melebihi batas.
Skema dan mekanisme liberalisasi pasar modal yang dirancang Stiglitz dengan memasukan kas dari luar negeri melalui investasi yang disuntikan ke sebuah negara yang sedang sekarat untuk dimainkan para spekulan di sektor real estate, termasuk mata uang.
Selanjutnya saat perekenomian negara yang menjadi target liberalisasi pasar modal menghembuskan angin segar, uang dari luar negeri ditarik kembali dan efek domino yang ditimbulkan dari penarikan uang investasi tersebut menyebabkan ekonomi negara tersebut runtuh dan adegan endingnya menjadi budak International Monetary Fund (IMF).
Bagai Sang Juru Selamat Palsu yang datang untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran ekonomi global, IMF menawarkan bantuan kepada banyak negara yang dilanda krisis ekonomi dengan berbagai persyaratan dan ketentuan yang sangat sulit untuk ditolak, diantaranya menaikkan suku bunga yang semula 30% menjadi 80%.
Banyak negara kedaulatan ekonominya ambruk, seperti negara-negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia serta Amerika Latin yang menjadi target kejahatan lembaga keuangan internsional karena memiliki kekayaan sumber daya alam yang tak terkira, tetapi akibat salah tata kelola akhirnya jatuh menjadi korban perbudakan ekonomi IMF.
Langkah Ketiga, Menentukan Harga Berdasarkan Pasar.
Mengendalikan harga air, bahan pokok makanan, gas dan listrik dalam negeri berdasarkan harga pasar yang telah ditentukan atas kesepakatan lembaga keuangan internasional telah melahirkan kerusuhan sosial di banyak negara yang menjadi budak IMF.
Kerusuhan sosial ini sengaja diciptakan (Kerusuhan IMF) untuk suksesnya misi terselubung World Bank, yakni menarik modal dari investor dengan tujuan akhir membuat bangkrut sebuah pemerintahan.
Ketika sebuah pemerintahan dililit krisis ekonomi yang parah dan akhirnya perekonomian nasional runtuh, maka selanjutnya perusahan-perusahan asing yang merupakan proxy IMF berdatangan untuk membeli aset nasional dengan harga yang sangat murah.
Langkah Keempat, Sistem Perdagangan Bebas. Dalam sistem perdagangan bebas, perusahaan- perusahaan raksasa berskala internasional menancapkan cakarnya di Kawasan Amerika Latin, Afrika dan Asia.
Dengan terlebih dahulu mendirikan benteng pertahanan ekonomi, Eropa dan Amerika Serikat membuat barikade pasar mereka yang menguntungkan kepentingan mereka sendiri terhadap produk industri pertanian dari negara-negara berkembang.
Selain itu, Eropa dan Amerika mengenakan tarif yang sangat tinggi terhadap negara-negara dunia ketiga yang menyebabkan naiknya harga obat-obatan bermerk, sehingga angka kematian pun melonjak.
Virus dan penyakit begitu cepat menyebar, hal tersebut menguntungkan kepentingan bisnis farmasi Eropa dan Amerika termasuk Cina.
Worl Bank dan IMF kembali menjadi penguasa ekonomi yang berhasil menaklukan pertarungan bisnis kotor yang menumbalkan kehidupan umat manusia dan menjadikan bangsa-bangsa di penjuru dunia menjadi budak Sang Juru Selamat Palsu.
Keuntungan besar dari manipulasi uang yang dikerjakan lembaga keuangan internasional sanggup mendanai gerakan global agar terciptanya multi krisis ekonomi di berbagai negara.
Kekuasaan World Bank dan IMF yang nyaris absolut bisa membuat nilai mata uang sebuah negara jatuh ke titik terendah, menyihir sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam menjadi negara miskin yang bertekuk lutut dan menghamba kepada jebakan hutang luar negeri.
“Biarkan aku mengeluarkan dan mengendalikan uang suatu negara, dan aku tidak peduli dengan hukum,” ucap Mayer Amschel Rothschild, pendiri House of Rothschild sambil menggelar karpet merah untuk para elit bankir yang menggerakan tirani dunia dalam mesin finansial global yang dikendalikan sistem ekonomi Dajjal. [RMOL]